Langsung ke konten utama

TIGA SAHABAT : TAMPIL DI ACARA PENSI SMAN 2 SINGINGI HILIR


 Sebelumnya aku adalah anak yang sangat pendiam saat duduk di bangku kelas 1 SD. Namun, itu hanya berlaku dalam interaksi sosial. Jujur, saat di kelas 1 SD aku sangat bersemangat untuk mengangkat tangan dan menjawab pertanyaan dari guru. Sifat pendiamku ini perlahan menghilang, terutama saat aku masuk di bangku SMA.

Aku bertemu dengan para siswa yang beragam. Termasuk dua orang dalam foto di atas. Sebut saja mereka Sunna dan Intana. Itu bukan nama asli mereka. Aku hanya menyukai memanggil mereka dengan sebutan itu. Mereka memanggilku dengan nama 'Ndut.'

Ya, mungkin saja karena aku sedikit kelebihan berat badan semasa SMA. Aku banyak menghabiskan waktu dengan mereka. Ahahaha, rasanya seperti mengenang kejayaan remaja. Di SMP aku adalah pribadi yang berani, banyak tersandung skandal, eit. Bukan skandal seperti berkencan dengan bos besar apalagi artis! Karena mustahil, desaku itu letaknya jauh sekali dari perkotaan besar.

Nah, teman-temanku ini juga salah satu hal yang membuatku sedikit berubah. Perlahan namun pasti aku yang menjadi pribadi yang sedikit lebih kalem meski masih sedikit bobrok.Ya, bukankah manusia itu memang berevolusi, kan?

Lantas, kisah ini sudah kutulis terlalu luas, ya? Maaf, karena sedari awal aku hanya ingin bercerita di laman ini untuk mengenang masa-masa itu. Sebenarnya, tidak terlalu jauh amat, sih. Di foto itu usia kami masih 17 tahun. Saat ini sudah 19 tahun dan sudah duduk di bangku kuliah semester 2. Jika diingat-ingat, waktu memang bergerak dengan cepat ya. Tahu-tahu sudah berlalu saja.

Kami sedikit bersyukur karena masih bisa mengadakan pensi di detik-detik Corona menyerang pada bulan April tahun 2020. Kebetulan saat itu aku ditunjuk sebagai sekretaris pelaksana. Tugasku sangat mudah, si. Aku hanya membuat catatan dan undangan untuk dibagikan.

Selama mengadakan acara kami banyak bekerja sama dan saling membantu. Meskipun ada ketegangan karena pembagian pekerjaan yang dirasa kurang adil, tetapi kami dapat mengatasinya dengan segera. Selain menjadi panitia, kami juga harus tetap berlatih. Pensi ini dilaksanakan juga sebagai acara penilaian praktik ujian Seni Budaya di akhir sekolah.

Aku dan Intana kebagian menari tradisonal. Aku lupa tarian apa, yang pasti itu dari wilayah Kalimantan. Bukankah aku sangat payah? Aku kaku sekali saat tampil dan bahkan tidak tersenyum, hahahaha. Rasanya sedikit tegang dilihat banyak orang. Selain itu, kami mendapat undian nomor satu, sehingga harus tampil pertama. 

Penonton merasa antusia melihat kami dan bertepuk tangan meskipun tarian belum selesai. Jantungku saat itu bekerja dengan tidak baik. Dia terlalu bersemangat dan berdegup dengan cepat. Aku bersyukur dapat menyelesaikan hingga akhir dan segera menyudahi tarian.

Sunna kebagian tari modern. Di foto dia belum berganti pakaian. Karena Sunna mendapat waktu tampil siang hari. Sebelumnya, pembagian tari tradional dibagi atas wilayah yang berdekatan. AKu dan Intana dua desa yang bertetangga. Jadi aku dan Intana satu kelompok. Sedangkan Sunna masuk ke wilayah desanya yang berada lebih jauh dari kami.

Setiap latihan, kami selalu mendukung satu sama lain. Terkadang kami berbagi speaker saat berlatih. Kadangkala kami menunda waktu pulang karena harus berlatih demi pensi. Kami selalu pulang saat waktu menjelang maghrib.

Semangat teman-teman selalu membakar semangat sehingga kami tidak lelah melakukannya. Yah, walaupun tiap kelompok pasti punya masalah masing-masing, namun kami tetap bisa mengedalikannya. 

Besok-besok aku cerita lagi, jariku pegal soalnya. 



     Ini Foto kelompok Sunna

Ini kelompokku. Hayo, aku yang mana, ya?


 

Wah,mukaku kok aneh banget disini, ya?


Komentar

Artikel Populer lainnya

TRIP 2   : PEKANBARU FOR THE MY WAY TO MEET NEW SOMETHING (4) Hai, semua. Setelah kemarin aku bercerita tentang petualangan selama tersesat sekarang aku ingin membagikan momen saat menjadi panitia pemira. Agenda sidang masih belarut-larut dan tidak kunjung selesai. masing-masing delegasi angkatan punya pendapat dan nasehat yang terkadang berbenturan dengan pengurus Himakom. Jadi mereka harus mencari titik temu untuk menyelesaikan masalah. Selama itu pula aku mengambil napas untuk keluar dari ruang sidang yang menyesakkan dengan bertemu teman-teman. Tidak kusangka aku bertemu Septi yang saat itu berkunjung ke kampus untuk mengambil KTM. Septi memiliki logat Medan yang khas sehingga aku mudah mengenalinya. Kami mudah bergaul karena mungkin pembawaan Septi yang satu frekuensi denganku. Namun sayang, Septi tidak lama berada di kampus dan harus segera pergi karena suatu urusan. Aku kembali ke ruang sidang dan mengawasi zoom bersama Ica. Saat itu aku mendapatkan pesan dari kak Wi...

My Greymate

Rasanya seperti melihat kekacauan tiada akhir. Ada saja drama di setiap minggu di kelas ini. Seperti hari ini, Viona mencoba untuk merebut gelang barunya dari tangan Yuri. Viona dengan tubuh sepuluh Senti lebih pendek meloncat seperti tupai. Anehnya, teman-teman Viona tertawa melihat aksi malang gadis itu. Apakah seperti itu layak disebut teman? Jujur saja, kelakuan mereka membuatku kesal. Drama perbucinan yang dikemas dengan aksi jail selalu membuat perutku mulas. Apalagi suara teriakan cukup heboh dari teman-teman Viona. Rasanya, seperti menjadi wayang yang tak sengaja tersenggol dalang dalam sebuah drama. Apakah aku harus benar-benar beraksi untuk menyudahi drama seperti ini? "Ney?" Seorang lelaki dengan kacamata bulat yang membawa map besar berdiri di sampingku. Tubuhnya menutupi semua drama hari ini. "Kamu belum ngumpulin surat izin orangtua." "Woy, Rachel awas!"  Suara teriakan dari Yuri terdengar cukup lantang untuk sekadar memanggil lelaki berkacam...