Langsung ke konten utama

Sisi Lain (1)

 Seperti judulnya yang mudah dipahami, harusnya semua orang yang menjumpai blog ini juga paham. Setidaknya, aku tidak perlu menjelaskan bagaimana judul itu dibuat, kan? Hahahaha, harusnya penjelasan mengenai judul sudah jelas, ya!

Halo my future. Entah di usia berapa nanti aku akan membaca kembali tulisan ini. Pastinya, di usia itu aku sungguh berterimakasih sudah mau membuka halaman berisi berbagai draft yang rasanya kasar sekali yang untuk dihidangkan pada publik. 

Mungkin saja yang menjumpai blog aku ini ialah mereka yang sebenarnya tahu siapa aku, bagaimana aku, atau sekadar penasaran tentang diriku, dan mungkin saja ada yang tidak sengaja kesasar, ya? Hehehehe, aku ucapkan, hallo? Semoga blog aku tidak membuat hidupmu terganggu dan semoga kamu dalam keadaan sehat, ya!

Sudah ya, di sisi lain ini aku mau bercerita, tidak banyak, sesuai dengan mood ku hari ini saja, ya.

Di tahun 2024 ini, tepatnya di tanggal pertengahan Januari, aku masih menunggu kabar baik dari kampus mengenai tanggal ujian seminar penelitian yang sudah hampir satu bulan aku ajukan. Hampir dua bulan malahan. Rasanya bahagia melihat beberapa teman yang sudah mendapatkan kabar baik itu. Seperti aku juga membayangkan, bagaimana ya besok ujianku?

Aku juga belum tahu mengapa dan bagaimana kendalanya? Yang pasti, aku sedang menunggu kabar baiknya. Memang, aku tidak terlalu terlambat dalam menjalani proses ini, namun dibandingkan dengan teman-teman dekat yang lain, aku memang sedikit jauh tertinggal dalam menunggu kapan ujian ini dilaksanakan. Bahkan, beberapa teman yang kemarin kulihat sedang mengerjakan, tiba-tiba sudah ujian duluan. Sakit? Tidak juga, lebih kepada, ada apa, ya? Rasanya berkas yang kuajukan sudah benar semua. Ya sudah, tidak apa. Mungkin saja ini memang bagian dari proses yang harus aku jalani. Terlebih lagi, ada teman-teman juga yang sedang menunggu sepertiku, setidaknya, aku tidak sendirian dalam menunggu ketidakpastian ini, kan? Hummm, good luck untuk kita, ya.

Jauh sebelum ujian ini, aku memang sedikit terlambat karena beberapa hal. Wah, ujian yang begitu pelik rasanya. Aku memang berasal dari keluarga yang sederhana, tidak miskin, dan juga tidak kaya. Bisa dibilang, orangtuaku cukup dalam menghidupi kelima anaknya. Oh, dua dari saudaraku sudah menikah dan memiliki rumah, jadi hanya tiga saja kini yang bersama. Setidaknya, dua Kakak yang kumiliki, masih sering datang bermain ke rumah. 

Aku tidak tau bagaimana badai yang besar itu tiba-tiba datang. Sebuah peristiwa yang sebenarnya tidak ingin aku ingin. Peristiwa paling tidak masuk akal selama aku hidup 22 tahun ini. Katakan saja keluargaku telah diguna-guna. Awalnya, aku juga tidak percaya, namun setelah mengalami dan mengingat semua kejadiannya, aku sungguh hanya bisa berpegang pada yang Maha Kuasa. 

Semua keluargaku menangis. Ayah, Ibu, Kakak, juga aku. Ibu dan Ayah sampai kehilangan berat badan beberapa kilo. Di tengah cobaan itu, aku harus berpacu dengan waktu untuk menyelesaikan studi. Dua bulan aku telah fokus mengurus masalah internal keluarga, kini aku kembali untuk menyelesaikan kuliah. Harus cepat kuselesaikan, agar aku bisa segera benar-benar mandiri dan membangun semuanya.

Hingga, setelah segalanya pulih, aku baru benar-benar bisa fokus. Membayangkan peristiwa yang membuatku sulit tidur, mata bengkak, dan mendengar rintihan Ibu benar-benar membuatku hampir hancur. Aku tidak dapat berbuat banyak, karena saat itu apa yang kami alami bukanlah hal yang nampak mata dan bisa diraba. Benar-benar menampar kami sekeluarga untuk sadar betapa Allah maha Besar dan Maha Menolong. Dari semua kejadian ini, kami sadar bahwa tiada kekuatan dan kekuasaan yang besar selain milik Allah SWT.

Selain masalah seminar, aku sejujurnya juga sedih karena tidak diterima di MSIB batch5. Saat itu, aku mengira dengan percaya diri bahwa aku akan diterima di program itu dengan nilai dan pengalaman yang kumiliki. Namun, aku terlalu terburu-buru. Aku mendaftar tanpa berpikir bahwa persiapan yang kulakukan belum sematang itu. Aku menggunakan CV entah dari tahun berapa aku membuatnya, belum ada aku perbarui, isinya juga ya ampun, membuatku ketawa mungkin sekarang, malu rasanya melihat CV seperti anak TK itu. Kemudian, bukannya portofolio yang aku tampilkan, justru icon beberapa sertifikat dengan foto tidak jelas. Yah, pantas harusnya jika saat itu aku tidak diterima. Aku terlalu sombong dengan bermodalkan foto sertifikat buram yang isinya belum seberapa dan tidak memiliki portofolio yang terstruktur. Aku hanya bisa menangis saja, namun, jikapun saat itu aku diterima, mungkin aku juga tidak mungkun menjalankan hariku dengan maksimal dengan cobaan yang menimpa keluargaku. Segalanya bagi Allah sudah dirancang dan direncanakan dengan baik. Allah selalu tahu kapan waktu terbaik untuk setiap hambanya.

Kini, aku hanya tinggal menunggu jadwal ujian seminar penelitian. Semoga kabar itu segera disampaikan usai dua atau tiga hari dari tulisan ini kutulis, semoga saja.

Sekarang aku masih part time menjadi penyiar radio.Aku sedikit bosan, namun radio sudah banyak membantuku selama menjadi mahasiswa perantauan. Dia salah satu tempatku banyak belajar. 

Aku juga mendapat beberapa panggilan interviem kerja. Yang satu dari brand fashion, ternyata disana aku dituntut untuk beracting menjadi orang yang super ceriwis dan extrovert. Sayangnya, itu bukan pasion ku. Bukannya gengsi, namun aku tidak percaya diri. Aku merasa jelek saat ini, entahlah, aku juga tidak tahu mengapa. 

Aku juga mendapat panggilan dari start-up teknologi. Namun aku belum merespon, karena sedang menunggu kabar lanjutan dari magang. Aku juga menyampaikan pada diriku, terimakasih. Beberapa minggu yang lalu, DPR RI, BNI, Kompas Gramedia, Agavi, dan Ditsustlat mengabarkan jika lulus administrasi. Saat ini sedang menunggu kabar, belum tahu lanjutan. Semoga ada kabar baik, untuk mengisi rutinitas dan belajar lagi, juga mencari tambahan.

Yang pasti, aku ingin cepat selesai kuliah. Doakan.













































Komentar

Artikel Populer lainnya

TRIP 2   : PEKANBARU FOR THE MY WAY TO MEET NEW SOMETHING (4) Hai, semua. Setelah kemarin aku bercerita tentang petualangan selama tersesat sekarang aku ingin membagikan momen saat menjadi panitia pemira. Agenda sidang masih belarut-larut dan tidak kunjung selesai. masing-masing delegasi angkatan punya pendapat dan nasehat yang terkadang berbenturan dengan pengurus Himakom. Jadi mereka harus mencari titik temu untuk menyelesaikan masalah. Selama itu pula aku mengambil napas untuk keluar dari ruang sidang yang menyesakkan dengan bertemu teman-teman. Tidak kusangka aku bertemu Septi yang saat itu berkunjung ke kampus untuk mengambil KTM. Septi memiliki logat Medan yang khas sehingga aku mudah mengenalinya. Kami mudah bergaul karena mungkin pembawaan Septi yang satu frekuensi denganku. Namun sayang, Septi tidak lama berada di kampus dan harus segera pergi karena suatu urusan. Aku kembali ke ruang sidang dan mengawasi zoom bersama Ica. Saat itu aku mendapatkan pesan dari kak Windi

My Greymate

Rasanya seperti melihat kekacauan tiada akhir. Ada saja drama di setiap minggu di kelas ini. Seperti hari ini, Viona mencoba untuk merebut gelang barunya dari tangan Yuri. Viona dengan tubuh sepuluh Senti lebih pendek meloncat seperti tupai. Anehnya, teman-teman Viona tertawa melihat aksi malang gadis itu. Apakah seperti itu layak disebut teman? Jujur saja, kelakuan mereka membuatku kesal. Drama perbucinan yang dikemas dengan aksi jail selalu membuat perutku mulas. Apalagi suara teriakan cukup heboh dari teman-teman Viona. Rasanya, seperti menjadi wayang yang tak sengaja tersenggol dalang dalam sebuah drama. Apakah aku harus benar-benar beraksi untuk menyudahi drama seperti ini? "Ney?" Seorang lelaki dengan kacamata bulat yang membawa map besar berdiri di sampingku. Tubuhnya menutupi semua drama hari ini. "Kamu belum ngumpulin surat izin orangtua." "Woy, Rachel awas!"  Suara teriakan dari Yuri terdengar cukup lantang untuk sekadar memanggil lelaki berkacam

TIGA SAHABAT : TAMPIL DI ACARA PENSI SMAN 2 SINGINGI HILIR

 Sebelumnya aku adalah anak yang sangat pendiam saat duduk di bangku kelas 1 SD. Namun, itu hanya berlaku dalam interaksi sosial. Jujur, saat di kelas 1 SD aku sangat bersemangat untuk mengangkat tangan dan menjawab pertanyaan dari guru. Sifat pendiamku ini perlahan menghilang, terutama saat aku masuk di bangku SMA. Aku bertemu dengan para siswa yang beragam. Termasuk dua orang dalam foto di atas. Sebut saja mereka Sunna dan Intana. Itu bukan nama asli mereka. Aku hanya menyukai memanggil mereka dengan sebutan itu. Mereka memanggilku dengan nama 'Ndut.' Ya, mungkin saja karena aku sedikit kelebihan berat badan semasa SMA. Aku banyak menghabiskan waktu dengan mereka. Ahahaha, rasanya seperti mengenang kejayaan remaja. Di SMP aku adalah pribadi yang berani, banyak tersandung skandal, eit. Bukan skandal seperti berkencan dengan bos besar apalagi artis! Karena mustahil, desaku itu letaknya jauh sekali dari perkotaan besar. Nah, teman-temanku ini juga salah satu hal yang membuatku s