Langsung ke konten utama

Cukup Sekali Kolaborasi dengan Orang Terdekat

 




Hello, konichiwa! Guys, do u have struggle after ur friend be as ur job partner? If u have, yeah we same.

Semua ini berawal waktu aku KKN di suatu desa yang bisa dibilang lumayan jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Tapi, bukan berarti desa itu tertinggal. Sebut saja nama desa itu D. Ya, anggap saja demikian. Desa yang pada akhirnye mempertemukanku dengan orang baru dan tentunya keluarga baru.

Aku berkesempatan menempati posisi sebagai HID (Humas, informasi, dan Dokumentasi). Intinya, tugasku disitu ya merekam, memotret dan mendokumentasikan untuk menginformasikan kepada public apa-apa saja kegiatan kelompukku selama KKN di desa D itu.

Kurang lebih kami menjalani KKN di desa D itu selama 40 hari. Kalau kata masyarakat local disana, itu waktu yang terbilang cukup singkat. Karena katanya, KKN sebelumnya bisa selama 3 bulan disana. Kami ya tidak bisa apa-apa karena memang itu sudah kebijakan kampus. Itu saja, kami sudah diburu waktu jadwal masuk yang hampir bentrok dengan jadwal KKN.

Singkat cerita, ketua KKN ini ternyata punya passion yang sama di bidang media. Dia punya pengalaman membuat video yang kuakui video itu memang terlihat dibuat secara professional. Jadi, aku yang memang asli anak Ilmu Komunikasi sedikit insecure melihatnya. Tapi, hey! Ilmu Komunikasi itu kan luas, banyak bidang lainnya, jadi kalau bisa dibilang, passionku kuat dibidang public speaking dan writing.

Sampai akhirnya, usai KKN berakhir, beberapa kali ketua KKN yang sekarang sudah menjadi temanku ini mengajakku berkolaborasi di bidang yang sama. Kadangkala, ia memintaku untuk mengisi suara di video yang dia buat. Pada beberapa waktu, ia menawarkan pekerjaan yang kuakui itu cukup membantuku.

Hingga pada suatu waktu, ia menawarkan pekerjaan dengan durasi yang cukup lama menurutku, perkiraan dua bulan lebih. Rentang waktunya dari 19 September hingga 27 November.

Pekerjaan yang ditawarkan ialah menaikkan kapabilitas salah satu paslon gubernur Riau 2024. Tugas kami merencanakan konten, membuat konten, dan mengunggahnya untuk membentuk citra yang baik pada paslon tersebut. Sebenarnya saat ia menawarkan pekerjaan itu, aku sudah menerima pekerjaan lain.

Sebelumnya, aku memang sudah bekerja sejak kuliah menjadi penyiar radio, mc, moderator, dan beberapa kali mengisi rekaman suara media serta menulis berita. Sebelum lulus, aku mendapatkan gaji dari uang magang, lalu setelah siding skripsi aku juga bekerja di bidang media sebagai penulis lepas.

Hanya saja, aku saat itu butuh pekerjaan yang pasti dan tetap. Jadi sementara menunggu panggilan kerja di perusahaan dekat rumah, aku bekerja di salah satu toko percetakan yang belum launching. Sekitar seminggu aku bekerja disana, akhirnya aku memutuskan untuk resign dan menerima tawaran pekerjaan temanku.

Why I choose that? Because when that’s oppurtinity comes to me, I think that I can building my skill to be better. So, new experience u can say. Actually, my mom wanna that I have a real job. Maksudnya, ya Mama aku pengennya aku jadi karyawan tetap, bukan sebagai freelancer sana sini lagi.

Cuman, mau gimana lagi, mungkin saat ini rezeki aku memang berputar di sekitar bidang itu. Aku harap aku juga segera mendapatkan panggilan kerja tetap dan digaji dua digit bahkan, hehehehe aamiin ya rabbal a’lamin. Oh ya, back to topic.

Nah, setelah memutuskan resign, akhirnya aku mencari kos terdekat. Rasanya susah sekali menemukan yang benar-benar kuinginkan. And finally, aku memilih kos di kawasan pemukiman super ketat yang dekat dengan kos doi.

Di awal pertemuan aku dan temanku, kami banyak berbincang. Bukan tentang pekerjaan, tapi lebih ke arah bagaimana perkembangan diri saat ini dan sesekali membicarakan hubungan teman-teman KKN kami. Tapi disinilah, awal muasal ketidaktenanganku berasal.

Doi aku as my boyfriend change from support to mad at my job. Because he think that what I to do is just making funny chit chat with my friend. Aku akui dulu aku bodoh sekali. Aku belum bisa membedakan konteks hubungan teman dengan rekan kerja. Doi aku benar dan sudah seharusnya aku membedakan itu.

But… am I doesn’t pressure for do this job? Hohohoho, ofc, I have beb. When I meet with my friend to talk about content, and we over limited of the time, my boyfriend call me than and than until I go from that’s meet. Maybe in the first meet I can hide it, but in the next time… I am crying because my boyfriend mad and don’t want to call me again if I’m not back to home.

Yesh, finally, my friend know about how posessif my boyfriend to me. Disinilah awal mula pressure yang aku alami selama menjelang dua bulan ini. Di satu sisi kau tertekan dengan sikap posesif doi ku. Tapi di sisi lain, aku juga tertekan dengan sikap temanku yang tiba-tiba dry text kalau sedang badmood.

Aku menyadari bahwa menyampurkan urusan pribadi ke dalam dunia pekerjaan adalah hal yang sangat tidak professional. Karena itu aku mengambil satu hal penting dari pengalamanku ini. Aku cukup satu kali ini bekerjasama dengan temanku dan kedepannya aku mungkin tidak akan berkolaborasi dengan teman terdekat dalam jangka watu yang lama.

Aku juga sadar akan satu hal. Jika keadaanku memang benar-benar suatu kondisi yang sulit aku pahami dan aku jabarkan. Sebenarnya, pasanganku ini dari awal memang kurnag menyukai temanku. Lebih tepatnya, dia tidak suka interaksiku dengannya. Aku menangkap itu sebagai sinyal seorang pria yang tidak ingin wanitanya diganggu dan bersama oranglain.

Aku sadar jika satu-satunya hal yang bisa aku jalani adalah menanggung tanggug jawab tersebut hingga kontrak ini berakhir. Aku berusaha meyakinkan pasanganku bahwa aku tidak memiliki maksud lain dengan temanku. Dan kepada temanku, aku juga mengatakan bahwa hubungan personalku tidak akan mempengaruhi pekerjaan ini.

Meskipun terkadang ada rasa sakit hati dalam beberapa perjalanan mengerjakan projek ini, tapi sudah selayaknya aku berterimakasih. Dan di hari jumat besok, aku mengantarkan surat lamaran pekerjaan secara langsung ke sebuah PT di Soekarni Hatta. Dia juga ikut mendaftar. Aku berharap, informasi yang aku berikan, menjadi balas budi yang sepadan untuknya dan terakhir kali aku mengambil projek dengan dia.

Aku sungguh berharap jika sebelum 2024 ini berakhir, aku sudah menjadi karyawan tetap, kalau bisa gajiku UMR amerika boleh, tidak? Heheheheh aminin dong.

2025, aku sangat berharap, bisa menikah dengan Ahmad Fauzi, kesayanganku, yang melindungi dan menjadi tameng terbaik di setiap keadaanku. Love u sayang.

 

 

Komentar

Artikel Populer lainnya

TRIP 2   : PEKANBARU FOR THE MY WAY TO MEET NEW SOMETHING (4) Hai, semua. Setelah kemarin aku bercerita tentang petualangan selama tersesat sekarang aku ingin membagikan momen saat menjadi panitia pemira. Agenda sidang masih belarut-larut dan tidak kunjung selesai. masing-masing delegasi angkatan punya pendapat dan nasehat yang terkadang berbenturan dengan pengurus Himakom. Jadi mereka harus mencari titik temu untuk menyelesaikan masalah. Selama itu pula aku mengambil napas untuk keluar dari ruang sidang yang menyesakkan dengan bertemu teman-teman. Tidak kusangka aku bertemu Septi yang saat itu berkunjung ke kampus untuk mengambil KTM. Septi memiliki logat Medan yang khas sehingga aku mudah mengenalinya. Kami mudah bergaul karena mungkin pembawaan Septi yang satu frekuensi denganku. Namun sayang, Septi tidak lama berada di kampus dan harus segera pergi karena suatu urusan. Aku kembali ke ruang sidang dan mengawasi zoom bersama Ica. Saat itu aku mendapatkan pesan dari kak Wi...

TIGA SAHABAT : TAMPIL DI ACARA PENSI SMAN 2 SINGINGI HILIR

 Sebelumnya aku adalah anak yang sangat pendiam saat duduk di bangku kelas 1 SD. Namun, itu hanya berlaku dalam interaksi sosial. Jujur, saat di kelas 1 SD aku sangat bersemangat untuk mengangkat tangan dan menjawab pertanyaan dari guru. Sifat pendiamku ini perlahan menghilang, terutama saat aku masuk di bangku SMA. Aku bertemu dengan para siswa yang beragam. Termasuk dua orang dalam foto di atas. Sebut saja mereka Sunna dan Intana. Itu bukan nama asli mereka. Aku hanya menyukai memanggil mereka dengan sebutan itu. Mereka memanggilku dengan nama 'Ndut.' Ya, mungkin saja karena aku sedikit kelebihan berat badan semasa SMA. Aku banyak menghabiskan waktu dengan mereka. Ahahaha, rasanya seperti mengenang kejayaan remaja. Di SMP aku adalah pribadi yang berani, banyak tersandung skandal, eit. Bukan skandal seperti berkencan dengan bos besar apalagi artis! Karena mustahil, desaku itu letaknya jauh sekali dari perkotaan besar. Nah, teman-temanku ini juga salah satu hal yang membuatku s...

My Greymate

Rasanya seperti melihat kekacauan tiada akhir. Ada saja drama di setiap minggu di kelas ini. Seperti hari ini, Viona mencoba untuk merebut gelang barunya dari tangan Yuri. Viona dengan tubuh sepuluh Senti lebih pendek meloncat seperti tupai. Anehnya, teman-teman Viona tertawa melihat aksi malang gadis itu. Apakah seperti itu layak disebut teman? Jujur saja, kelakuan mereka membuatku kesal. Drama perbucinan yang dikemas dengan aksi jail selalu membuat perutku mulas. Apalagi suara teriakan cukup heboh dari teman-teman Viona. Rasanya, seperti menjadi wayang yang tak sengaja tersenggol dalang dalam sebuah drama. Apakah aku harus benar-benar beraksi untuk menyudahi drama seperti ini? "Ney?" Seorang lelaki dengan kacamata bulat yang membawa map besar berdiri di sampingku. Tubuhnya menutupi semua drama hari ini. "Kamu belum ngumpulin surat izin orangtua." "Woy, Rachel awas!"  Suara teriakan dari Yuri terdengar cukup lantang untuk sekadar memanggil lelaki berkacam...