Langsung ke konten utama

Cerpen : Ritual Alam

 


 

Keranda kematian itu berkeliling desa. Diikuti barisan dengan pakaian hitam yang menjalar hingga ke belakang—hampir bersentuhan dengan perbatasan sungai di desa seberang. Orang-orang memanggul tampah dengan sayuran dan buah-buahan yang diletakkan secara melingkar. Aroma dupa menyentuh langit-langit barisan. Mengelilingi tiap orang yang melintas dan menempel seperti partikel kecil yang tidak nampak di mata. Keranda itu diletakkan di atas jembatan yang lebarnya hanya bisa memuat lima orang. Seorang pria paruh baya dengan pakaian hitamnya mengambil tampah makanan, diletakkan di depan keranda dan disematkan kalimat-kalimat seperti doa.

Suara tangis menyeruak, dari satu menjalar hingga dua, kemudian seperti aliran listrik yang saling menyetrum dan menghubungkan. Barisan hitam dibanjiri isak tangis yang baru berkesudahan usai pria dengan pakaian serba hitam dan tampah makanan berhenti menyematkan kalimat-kalimat seperti rapalan mantra dan doa. Pria itu menebarkan makanan ke barisan terdepan. Memukulkan tampahnya berulang kali hingga makanan itu berserakan di atas kepala barisan. Layaknya manusia setengah patung—mereka hanya diam dan menerima jika pria hitam melemparkan makanan ke arah mereka. Sesekali potongan daging mentah yang berhenti di depan muka. Dan sesekali pecahan telur membuat biru di kepala.

Keranda kematian kembali digerakkan. Mereka kembali berjalan menuju sebuah hutan yang ditutupi rimbunnya dedaunan. Barisan dupa mengelilingi tepi hutan. Kepulan asap yang setiap hari seperti tiada henti. Barisan itu meletakkan keranda kematian, mengelilingi dengan rapalan kata-kata yang dipimpin pria hitam.

“Alam dunia dengan randu diterpa anginnya yang lembut. Membumbung asap di lembaian yang tertiup. Ambil aku ambil aku padamu. Makmur! Makmur! Makmur! Makmur janjimu! Sembahku abdiku!”

Barisan itu menggeleng-geleng seperti tarian tanpa musik. Hanya diiringi rapalan kalimat yang sama dengan kepulan dupa yang semakin menebal. Keranda kematian itu terbuka dengan kencang ketika angin melintas di atasnya. Barisan hitam menunduk masih dengan rapalan kalimat yang sama. Hingga kemudian semua terdiam. Keranda kematian kembali tertutup dan barisan hitam menyeringai satu dengan yang lain.

“Cut!” Pria yang tadinya menjadi pemimpin doa bertepuk tangan. “Kerja bagus, tim!” Ia bersama dengan barisan yang lain bersorak riang. Keranda itu tertutup dengan alat yang sudah terkontrol. Beberapa orang membersihkan dupa dan pakaian yang tadinya bersimbah dengan makanan.

“Ini bakalan jadi video eksplor ritual kita yang paling epik, deh.” Kepala barisan mengomentari. Ia terdiam ketika melihat sebuah keranda dengan kain hitam yang berada sekitar sepuluh meter dari mereka. Ia terdiam. “Kalian bawa dua keranda?”

“Hah? Ya enggak, lha! Properti keranda yang dibutuhkan cuman satu.”

Pria itu terdiam. Dia berpikir jika ritual buatan ini akan mendatangkan sesuatu yang datang dari tempat yang tidak mereka ketahui. Keranda kematian itu terbuka dengan perlahan—memperlihatkan sosok hitam yang menyeringai dari dalam.

END

Komentar

Artikel Populer lainnya

TRIP 2   : PEKANBARU FOR THE MY WAY TO MEET NEW SOMETHING (4) Hai, semua. Setelah kemarin aku bercerita tentang petualangan selama tersesat sekarang aku ingin membagikan momen saat menjadi panitia pemira. Agenda sidang masih belarut-larut dan tidak kunjung selesai. masing-masing delegasi angkatan punya pendapat dan nasehat yang terkadang berbenturan dengan pengurus Himakom. Jadi mereka harus mencari titik temu untuk menyelesaikan masalah. Selama itu pula aku mengambil napas untuk keluar dari ruang sidang yang menyesakkan dengan bertemu teman-teman. Tidak kusangka aku bertemu Septi yang saat itu berkunjung ke kampus untuk mengambil KTM. Septi memiliki logat Medan yang khas sehingga aku mudah mengenalinya. Kami mudah bergaul karena mungkin pembawaan Septi yang satu frekuensi denganku. Namun sayang, Septi tidak lama berada di kampus dan harus segera pergi karena suatu urusan. Aku kembali ke ruang sidang dan mengawasi zoom bersama Ica. Saat itu aku mendapatkan pesan dari kak Wi...

TIGA SAHABAT : TAMPIL DI ACARA PENSI SMAN 2 SINGINGI HILIR

 Sebelumnya aku adalah anak yang sangat pendiam saat duduk di bangku kelas 1 SD. Namun, itu hanya berlaku dalam interaksi sosial. Jujur, saat di kelas 1 SD aku sangat bersemangat untuk mengangkat tangan dan menjawab pertanyaan dari guru. Sifat pendiamku ini perlahan menghilang, terutama saat aku masuk di bangku SMA. Aku bertemu dengan para siswa yang beragam. Termasuk dua orang dalam foto di atas. Sebut saja mereka Sunna dan Intana. Itu bukan nama asli mereka. Aku hanya menyukai memanggil mereka dengan sebutan itu. Mereka memanggilku dengan nama 'Ndut.' Ya, mungkin saja karena aku sedikit kelebihan berat badan semasa SMA. Aku banyak menghabiskan waktu dengan mereka. Ahahaha, rasanya seperti mengenang kejayaan remaja. Di SMP aku adalah pribadi yang berani, banyak tersandung skandal, eit. Bukan skandal seperti berkencan dengan bos besar apalagi artis! Karena mustahil, desaku itu letaknya jauh sekali dari perkotaan besar. Nah, teman-temanku ini juga salah satu hal yang membuatku s...

My Greymate

Rasanya seperti melihat kekacauan tiada akhir. Ada saja drama di setiap minggu di kelas ini. Seperti hari ini, Viona mencoba untuk merebut gelang barunya dari tangan Yuri. Viona dengan tubuh sepuluh Senti lebih pendek meloncat seperti tupai. Anehnya, teman-teman Viona tertawa melihat aksi malang gadis itu. Apakah seperti itu layak disebut teman? Jujur saja, kelakuan mereka membuatku kesal. Drama perbucinan yang dikemas dengan aksi jail selalu membuat perutku mulas. Apalagi suara teriakan cukup heboh dari teman-teman Viona. Rasanya, seperti menjadi wayang yang tak sengaja tersenggol dalang dalam sebuah drama. Apakah aku harus benar-benar beraksi untuk menyudahi drama seperti ini? "Ney?" Seorang lelaki dengan kacamata bulat yang membawa map besar berdiri di sampingku. Tubuhnya menutupi semua drama hari ini. "Kamu belum ngumpulin surat izin orangtua." "Woy, Rachel awas!"  Suara teriakan dari Yuri terdengar cukup lantang untuk sekadar memanggil lelaki berkacam...