Langsung ke konten utama

Kisah Cinta di Sekolah? – Let’s Talk With Caramel Jingga Episode 3

 

Kisah Cinta di Sekolah? – Let’s Talk With Caramel Jingga Episode 3

Let’s talk with me. Huwaduh, episode ini sungguh berat untuk dibahas bagiku. Pengetahuan dan pengalaman tentang cinta sepertinya belum seberapa untuk diriku. Namun, demi berbagi cerita di sini aku akan sedikit membocorkan bagaimana rasanya menjadi siswa di sekolah yang dekat dengan perasaan cinta.

Menjadi perempuan adalah takdir untukku. Begitu pula dengan kehidupan yang kujalani sejak kecil. Entah bagaimana persepsiku bekerja soal cinta dari awal. Mungkin saat itu aku mendefinisikannya dengan kenyamanan yang kumanifestasikan dengan rasa ingin tau tentang segala hal orang yang aku sukai. Di sini aku tidak akan bercerita mengenai cinta pertama di hidupku. Alasannya ialah karena aku sendiri tidak tahu kapan dan dimana cinta itu ada?

Ketika menyukai seseorang hal itu selalu bermula dengan gangguan. Sejak SD aku selalu dekat dengan lawan jenis yang sering mengajakku berkelahi. Ini mungkin aneh, tetapi aku menyukai anomali tersebut. If the person say is love start from hate. Mungkin benci jadi cinta itu pernah terjadi dalam hidupku. But the fact, not at all can be succes to be relationship goals. Mereka yang sering mengganggu kadangkala membuat risih dan jenuh. Hingga terkadang aku menangis dibuatnya. Rasanya aneh sekali ketika saat itu salah satu rivalku melunakkan sifat.

Rival itu datang ke kelas dan bertingkah aneh di sampingku. Ia duduk di depanku seperti bukan mengajak berkelahi, tetapi hanya duduk diam sambil menatapku. Untuk kali pertama ada yang memperlakukanku seperti itu. Bagiku itu hal yang sangat aneh. Aku pergi dan keluar dari kelas. Ia tidak mengikutiku, mungkin kecewa atau justru lelah. Aku tidak peduli saat itu. Aku bertanya-tanya, apakah seseorang yang menyukai teman sekolahnya selalu bertindak aneh seperti demikian?

Lambat laun aku luluh juga dengan kelunakan sifatnya. Rasanya aneh ketika mengingat pertengkaran kami semasa kecil. Ia sosok yang keras kepala dan terkadang membuat onar di sekolah. Selayaknya siswa lelaki ia juga dekat dengan beberapa guru karena kepandaian interaksinya. Tidak dapat kubayangkan saat itu, mengapa aku bisa menerima sosok lelaki seperti itu, ya? Hahahaha.

Kencan pertama kami tidak terlalu buruk. Dia pribadi yang sangat sopan, tetapi sedikit manja. Rasa geli menyeruak ketika mengingat betapa sombongnya ia semasa kami masih menjadi rival. Ia pribadi yang sangat perhatian. Hanya saja saat itu aku memang benar-benar tidak mengerti bagaimana harus menjalani hubungan itu. Aku pergi menjauh karena bosan dengan segala keromantisannya. Bukan berarti aku tidak menyukainya, hanya saja aku ingin menjauh saat itu.

Keputusanku saat itu mengawali perpecahan hubungan. Aku merasa sangat bersalah ketika tidak membalas pesan-pesannya. Ia bahkan tidak masuk beberapa hari. Hingga suatu hari aku mendapatkan kabar duka darinya. Aku merasa menjadi satu-satunya perempuan yang sangat tidak peka akan situasi. Saat itu aku bahkan tidak memberinya kekuatan bertahan. Aku datang bersama teman-teman yang lain, tetapi hanya yang berusaha tersenyum dari kejauhan.

Dia lagi-lagi tidak masuk sekolah beberapa hari. Hingga pada akhirnya aku melihat ia berjalan dengan boomer (disini seperti jaket yang sangat tebal aku tidak tau apa namanya). Aku terkejut ketika melihat hidungnya memerah dan wajahnya nampak sayu. Aku ingin bertanya tentang hal itu. Namun ia tak ingin berbicara denganku. Temanku saat itu meneriaki namanya dan marah karena tak mau mendengarkan apa yang ingin aku sampaikan.

Di titik itu aku merasa jika hubungan itu akan berakhir. Namun aku salah menduga. Kami masih berhubungan dengan baik dan bahkan menjadi couple di lulusan wisuda sekolah. Saat itu ia datang di detik-detik acara akan berakhir dengan tarian dan nyanyian. Ia duduk di sebelahku, membaringkan kepalanya ke bahuku. Wajahnya selalu sayu dan aku tau jika ia tengah demam. Entah mengapa ia sering terlihat lelah hari-hari itu. Aku tidak banyak bertanya dan membiarkan kepala itu tetap berbaring dimana ia merasa nyaman.

Aku tidak banyak menukar kabar setelah hari itu. Aku pribadi sosok yang sering merasa jenuh untuk membalas pesan di ponsel dalam waktu yang lama. Jadi aku rasa lagi-lagi hubungan itu akan berakhir.

Tepat di hari pengumuman kelulusan kami mengadakan pawai di jalanan. Menggunakan pakaian melayu kami berombongan berjalan-jalan. Di situ lagi-lagi pikiranku salah. Ia menawarkan diri untuk membocengku. Aku menerima tawaran itu dan kembali bercerita tentang hari-hari dimana kami tidak menghabiskan waktu bersama. Aku sempat menanyakan dimana ia akan melanjutkan pendidikan. Namun ia berbicara seolah-olah tak ingin belajar di dekatku. Aku menyangkalnya dan menduga kami akan bertemu lagi di studi yang sama.

Dugaanku itu benar adanya. Tak lama setelah hilang kabar usai acara itu kami bertemu di bidang yang sama. Hanya saja saat itu kami sama-sama menyudahi hubungan tersebut. Beberapa bulan kemudian aku mendengar kabar kedekatannya dengan perempuan lain.

Mungkin itu terdengar aneh. Namun aku merasa senang di sisi lain. Aku tahu perempuan yang ia sukai. Menjadi jauh lebih baik ketika aku melihat bagaimana sikap perempuan cantik dan baik itu. Aku yakin ia bisa lebih baik untuk menanggapi perhatian darinya.

Kisah cinta di sekolah tak selamanya buruk dan tak selamanya menyenangkan. Ada hal yang membuatku belajar dari itu. Aku mengerti bagaimana aku mengenal sisi lain dari seseorang yang selama ini sering mengganggu kehidupanku.

Beberapa dari mereka memiliki cara yang berbeda untuk mengungkapkan cinta. Bisa jadi dengan berkelahi sepertiku? Atau dengan cara halus seperti pendekatan lainnya?

Aku hanya menyimpulkan untuk sedikit dari kisah cinta di sekolahku itu adalah sebuah perjalanan dari fase remajaku. Dimana aku tau bahwa ada sikap sederhana untuk menanggapi seseorang yang menyukai kita.

 Nb : Foto-foto jadul semasa sekolah, huwaaaaa.

Tiga Serangkai, dong. Hihihihi
Sahabat terkampret, betapa kunonya kita. wkwkwkwk
Jaman b612  sepertinya, hahahaha.
Isaaaa, dia temen jeburan ke sungai wkwkwkw.
Betapa lonjongnya jilbab kita, Debi. Hahahaha.

Dari dulu emang udah sequisy, hahaha hiks.

Komentar

Artikel Populer lainnya

TRIP 2   : PEKANBARU FOR THE MY WAY TO MEET NEW SOMETHING (4) Hai, semua. Setelah kemarin aku bercerita tentang petualangan selama tersesat sekarang aku ingin membagikan momen saat menjadi panitia pemira. Agenda sidang masih belarut-larut dan tidak kunjung selesai. masing-masing delegasi angkatan punya pendapat dan nasehat yang terkadang berbenturan dengan pengurus Himakom. Jadi mereka harus mencari titik temu untuk menyelesaikan masalah. Selama itu pula aku mengambil napas untuk keluar dari ruang sidang yang menyesakkan dengan bertemu teman-teman. Tidak kusangka aku bertemu Septi yang saat itu berkunjung ke kampus untuk mengambil KTM. Septi memiliki logat Medan yang khas sehingga aku mudah mengenalinya. Kami mudah bergaul karena mungkin pembawaan Septi yang satu frekuensi denganku. Namun sayang, Septi tidak lama berada di kampus dan harus segera pergi karena suatu urusan. Aku kembali ke ruang sidang dan mengawasi zoom bersama Ica. Saat itu aku mendapatkan pesan dari kak Wi...

TIGA SAHABAT : TAMPIL DI ACARA PENSI SMAN 2 SINGINGI HILIR

 Sebelumnya aku adalah anak yang sangat pendiam saat duduk di bangku kelas 1 SD. Namun, itu hanya berlaku dalam interaksi sosial. Jujur, saat di kelas 1 SD aku sangat bersemangat untuk mengangkat tangan dan menjawab pertanyaan dari guru. Sifat pendiamku ini perlahan menghilang, terutama saat aku masuk di bangku SMA. Aku bertemu dengan para siswa yang beragam. Termasuk dua orang dalam foto di atas. Sebut saja mereka Sunna dan Intana. Itu bukan nama asli mereka. Aku hanya menyukai memanggil mereka dengan sebutan itu. Mereka memanggilku dengan nama 'Ndut.' Ya, mungkin saja karena aku sedikit kelebihan berat badan semasa SMA. Aku banyak menghabiskan waktu dengan mereka. Ahahaha, rasanya seperti mengenang kejayaan remaja. Di SMP aku adalah pribadi yang berani, banyak tersandung skandal, eit. Bukan skandal seperti berkencan dengan bos besar apalagi artis! Karena mustahil, desaku itu letaknya jauh sekali dari perkotaan besar. Nah, teman-temanku ini juga salah satu hal yang membuatku s...

My Greymate

Rasanya seperti melihat kekacauan tiada akhir. Ada saja drama di setiap minggu di kelas ini. Seperti hari ini, Viona mencoba untuk merebut gelang barunya dari tangan Yuri. Viona dengan tubuh sepuluh Senti lebih pendek meloncat seperti tupai. Anehnya, teman-teman Viona tertawa melihat aksi malang gadis itu. Apakah seperti itu layak disebut teman? Jujur saja, kelakuan mereka membuatku kesal. Drama perbucinan yang dikemas dengan aksi jail selalu membuat perutku mulas. Apalagi suara teriakan cukup heboh dari teman-teman Viona. Rasanya, seperti menjadi wayang yang tak sengaja tersenggol dalang dalam sebuah drama. Apakah aku harus benar-benar beraksi untuk menyudahi drama seperti ini? "Ney?" Seorang lelaki dengan kacamata bulat yang membawa map besar berdiri di sampingku. Tubuhnya menutupi semua drama hari ini. "Kamu belum ngumpulin surat izin orangtua." "Woy, Rachel awas!"  Suara teriakan dari Yuri terdengar cukup lantang untuk sekadar memanggil lelaki berkacam...