Langsung ke konten utama

TRIP 2 : PEKANBARU FOR THE MY WAY TO MEET NEW SOMETHING (2)


 

Hai, semua! Di episode dua ini aku akan melanjutkan cerita tentang kegiatanku selama bergabung di konferensi Himakom menjadi panitia. Di hari senin, sidang di pending sampai hari Rabu. Jadi di hari Selasa aku tidak memiliki jadwal ke kampus. Kemarin senior dari delegasi 2017 marah besar karena calon dari bupati Himakom duduk di kursi pengurus. Hal itu dinilai menyalahi peraturan karena dianggap sebagai kudeta. Selain itu surat keterangan bahwa dia tidak aktif di Himakom juga belum keluar. Senior menganggap itu sebagai masalah internal Himakom yang harus diselesaikan.

Karena itu aku memanfaatkan waktu libur sehari dengan berkeliling kampus sambil jalan-jalan pagi. Ica tidak berminat dan memilih tidur. Jadi hanya ada aku dan Anisa. Dia membawa senior dari jurusan Biologi FKIP untuk bergabung. Namanya Kak Weni. Orang yang sangat lembut dan bersahaja. Dia banyak mengenalkanku pada kisah-kisah di UNRI. Kami duduk di dekat danau UNRI yang dipenuhi dengan pohon-pohon rindang. Ada bangku merah yang tertata rapi di sepanjang danau. Disana lah kami duduk sambil menikmati danau dan melihat gedung rektorat dari kejauhan. Di situ aku mengetahui sedikit cerita tentang UNRI. Meskipun menjadi universitas terluas se-Indonesia nomor dua namun masih ada banyak tanah sengketa disana. Aku merasa miris jika hal itu dibuat oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Padahal tanah UNRI banyak mencakup wilayah hutan yang juga menjadi jantung hati masyrakat Riau.

Puas dengan bercerita dan duduk kami menikmati pagi dengan berswafoto di jembatan kupu-kupu. Anisa mengatakan bahwa jembata itu terasa bergoyang. Namun aku tak merasakan apapun. Bukan masalah besar juga. Setelah itu kami kembali mengambil jalan pulang. Di perjalanan kami tertarik untuk membeli jamu karena kebetulan ada tukang jamu keliling. Kak Weni yang bukan orang jawa kami tawarkan untuk meminum jamu. Karena saat itu aku sudah tiga hari tidak BAB aku meminta tukang jamu untuk meracik jamu untuk masalahku itu. Anisa membeli beras kencur dan Kak Weni wedang jahe dengan sedikit kunyit dan beras kencur.

Kami meminumnya di kos dan pulang pada waktu dzuhur. Siangnya Ica berpamitan untuk pergi ke rumah temannya. Sedangkan aku memilih untuk tidur siang. Aku terbangun pada sore harinya. Dan saat menginjak waktu malam Anisa mengajakku untuk mencari makan di luar. Harga makanan di sekitar kampus sangat terjangkau sekali. Tidak lebih dari dua puluh ribu. Bahkan dengan uang lima ribu kita sudah bisa mendapatkan semangkuk bakso dengan kenyang. Saat itu kami memilih menu ayam geprek di jalan manyak sakti. Aku memesan hati ayam dan segelas the jumbo. Rasa sambal ayam disana sedikit manis namun pedas. Aku menyukainya dan kami mendapatkan hati ayam yang sangat banyak sekali. Seporsi ini sudah cukup untuk membuatku kenyang seharian sepertinya. Usai makan kami didatangi pengamen. Anisa memintaku memberi dua ribu kepada pengamen itu. Bukan maksud jahat, namun pengamen itu sedikit memaksa dan hanya berdiri di depan kami. Setelah kami beri dia pergi dengan teman-temannya. Tanpa kami duga terjadi pertengkaran antara pengamen itu dengan anak-anak yang sepertinya juga mengamen seperti dirinya. Aku merasa sedikit miris dengan apa yang kulihat. Aku mempertanyakan kemana orangtua mereka dan bagaimana mereka memilih hidup dengan cara seperti itu? andai aku bisa melakukan sesuatu, aku ingin membuat mereka mengenal sekolah dan hidup dengan cara yang lebih baik lagi.

Cukup sekian cerita trip hari ini. sampai jumpa di episode lainnya lagi ya…

Dokumentasi

Ini sekitar FKIP, sangat hijau ya nuansanya.


Danau UNRI yang disisinya ada jembatan kupu-kupu



Kak Weni yang sangat ramah

Bersiap untuk keluar malam



Anisa yang baik hati, hihihi.


sedang memilih tempat makan. Btw, ini di di jalan Manyar Sakti






















 

Komentar

Artikel Populer lainnya

TRIP 2   : PEKANBARU FOR THE MY WAY TO MEET NEW SOMETHING (4) Hai, semua. Setelah kemarin aku bercerita tentang petualangan selama tersesat sekarang aku ingin membagikan momen saat menjadi panitia pemira. Agenda sidang masih belarut-larut dan tidak kunjung selesai. masing-masing delegasi angkatan punya pendapat dan nasehat yang terkadang berbenturan dengan pengurus Himakom. Jadi mereka harus mencari titik temu untuk menyelesaikan masalah. Selama itu pula aku mengambil napas untuk keluar dari ruang sidang yang menyesakkan dengan bertemu teman-teman. Tidak kusangka aku bertemu Septi yang saat itu berkunjung ke kampus untuk mengambil KTM. Septi memiliki logat Medan yang khas sehingga aku mudah mengenalinya. Kami mudah bergaul karena mungkin pembawaan Septi yang satu frekuensi denganku. Namun sayang, Septi tidak lama berada di kampus dan harus segera pergi karena suatu urusan. Aku kembali ke ruang sidang dan mengawasi zoom bersama Ica. Saat itu aku mendapatkan pesan dari kak Wi...

TIGA SAHABAT : TAMPIL DI ACARA PENSI SMAN 2 SINGINGI HILIR

 Sebelumnya aku adalah anak yang sangat pendiam saat duduk di bangku kelas 1 SD. Namun, itu hanya berlaku dalam interaksi sosial. Jujur, saat di kelas 1 SD aku sangat bersemangat untuk mengangkat tangan dan menjawab pertanyaan dari guru. Sifat pendiamku ini perlahan menghilang, terutama saat aku masuk di bangku SMA. Aku bertemu dengan para siswa yang beragam. Termasuk dua orang dalam foto di atas. Sebut saja mereka Sunna dan Intana. Itu bukan nama asli mereka. Aku hanya menyukai memanggil mereka dengan sebutan itu. Mereka memanggilku dengan nama 'Ndut.' Ya, mungkin saja karena aku sedikit kelebihan berat badan semasa SMA. Aku banyak menghabiskan waktu dengan mereka. Ahahaha, rasanya seperti mengenang kejayaan remaja. Di SMP aku adalah pribadi yang berani, banyak tersandung skandal, eit. Bukan skandal seperti berkencan dengan bos besar apalagi artis! Karena mustahil, desaku itu letaknya jauh sekali dari perkotaan besar. Nah, teman-temanku ini juga salah satu hal yang membuatku s...

My Greymate

Rasanya seperti melihat kekacauan tiada akhir. Ada saja drama di setiap minggu di kelas ini. Seperti hari ini, Viona mencoba untuk merebut gelang barunya dari tangan Yuri. Viona dengan tubuh sepuluh Senti lebih pendek meloncat seperti tupai. Anehnya, teman-teman Viona tertawa melihat aksi malang gadis itu. Apakah seperti itu layak disebut teman? Jujur saja, kelakuan mereka membuatku kesal. Drama perbucinan yang dikemas dengan aksi jail selalu membuat perutku mulas. Apalagi suara teriakan cukup heboh dari teman-teman Viona. Rasanya, seperti menjadi wayang yang tak sengaja tersenggol dalang dalam sebuah drama. Apakah aku harus benar-benar beraksi untuk menyudahi drama seperti ini? "Ney?" Seorang lelaki dengan kacamata bulat yang membawa map besar berdiri di sampingku. Tubuhnya menutupi semua drama hari ini. "Kamu belum ngumpulin surat izin orangtua." "Woy, Rachel awas!"  Suara teriakan dari Yuri terdengar cukup lantang untuk sekadar memanggil lelaki berkacam...