Langsung ke konten utama

TRIP 2 : PEKANBARU FOR THE MY WAY TO MEET NEW SOMETHING (3)

 


Hai, semua. Enggak banyak cerita di episode tiga trip dua ini. Aku masih sibuk dengan agenda konferensi yang mana membahas mengenai peraturan tata tertib, laporan pertanggung jawaban dari pengurus Himakom, sidang pleno dan pemira. Selama sidang aku banyak duduk di kursi zoom dan mengawasi peserta via online. Apabila tengah bosan terkadang aku melipir ke ruang konsumsi bertemu dengan Yuna dan Eka.

Ada sesi foto bersama panitia. Disana penampilanku terlihat berantakan sekali. Aku bahkan tidak betah melihat lama-lama diriku yang terhimpit Ica dan Yuna. Di hari berikutnya kami bahkan pulang


Jalan Panam.



Aku dan Nisa yang kelelahan setelah berjalan 11 kilo meter.










Belakang stadion di detik-detik tersesat dan batrai hampir habis.


































































saat magrib. Aku dan Ica berhenti di kedai kebab. Ica ingin sekali makan Kebab sedangkan aku ingin mi ayam. Sayang sekali, aku tidak bisa mencicipi mi ayam saat itu karena waktu yang terbatas.

Saat sabtu tiba Anisa mengajakku sarapan pagi dengan menu nasi lemak. Hanya sepuluh ribu saja aku bisa menikmati nasi lemak dengan telur rebus yang diberi sambal manis dan kerupuk. Biasanya aku menyebut ini nasi uduk.

Aku baru bisa mencicipi mi ayam yang hanya dijual dengan harga lima ribu pada malam harinya. Masih dengan Anisa yang menjadi tour guide ku selama di sini. Huwaaa makasih Nisa. Dia sabar banget ngadepin aku yang serba pengin tahu ini. Meskipun mi ayam ini termasuk murah, namun rasanya patut diacungi jempol. Ada lemak kuah yang disiram dengan bumbu kaldu dan melilit lidah yang kelaparan ini. Selain itu adapun ceker ayam yang dijadikan toping dan membuat mi ayam semakin mengenyangkan rasa lapar. Ada pun es teh yang hanya berharga tiga ribu saja. Pokoknya makan disini tu sudah murah, enak, dan banyak porsinya! (Sudah seperti promosi saja, hahahaha)

Pagi harinya di hari Minggu aku dan Anisa memiliki agenda jalan-jalan pagi. Sebelum itu kami sarapan bubur dengan toping ayam dan kerupuk serta bawang goreng yang melimpah. Masih di tempat yang sama dengan penjual nasi lemak kemarin. Rasanya juga menyatu dengan kari dan bumbu yang dihidangkan. Setelah itu kami berkeliling Unri dan berjalan sampai melewati bumi perkemahan UNRI. Kami berhenti sejenak di halte yang masih kosong dan belum beroperasi karena Covid-19.

Saat itu aku melihat dari jauh ada gedung yang sangat besar. Anisa mengajakku menuju gedung yang dia sebut stadion. Kami melewati hutan UNRI dan harus menunduk saat ada palang yang ditutup. Ini merupakan jalan pintas menuju gedung tersebut. Disana kami melihat gedung olahraga milik UNRI yang berdiri di tanah sengketa. Jadi, bisa disebut bangunan itu menjadi terbengkalai.

Sesampainya di stadion kami berswafoto. Aku tak menyangka jika aku dan Anisa sampai di tempat sejauh ini. Sayangnya, batrai hp ku hampir habis. Jadi kami benar-benar memanfaatkan sebaik mungkin batrai hp ini. Nisa mengatakan bahwa gedung stadion ini pernah menjadi tempat PON (Pekan Olahraga Nasional). Namun, sangat disayangkan sekarang ada banyak bagian dari gedung itu yang nampak rusak karena faktor alam atau bahkan sengaja dirusak dengan dicoret-coret oleh oknum tidak bertanggung jawab.

Di stadion ada banyak tempat untuk olahraga dan menikmati waktu dengan teman, kekasih atau keluarga. Aku terkejut ketika melihat ada banyak penjual di depan stadion karena awalnya aku berada di belakang. Sayang sekali aku tidak membawa uang dan hanya ada 1000 rupiah di hp ku. Anisa yang membawa uang 5000 terpaksa memanfaatkan uang itu dengan membeli minuman dan membaginya denganku.

Dari sinilah suatu masalah terjadi. Aku dan Anisa memilih jalan pulang lewat pintu depan. Awalnya semua berjalan dengan mudah, kami melihat penjual dan terus berjalan. Berharap jika kami akan segera sampai. Ada trotoar di sepanjang jalan, namun sayang penggunaan trotoar justru digunakan untuk berjualan. Aku tahu mereka juga mencari peruntungan, namun dengan mengambil hak dari seseorang bukankah itu hal yang juga tidak baik? mungkin pemerintah juga harus membuat kebijakan untuk mereka nantinya dengan menyediakan trotoar dan di sisinya untuk penjual. Sehingga kami bisa bersisihan dan memudahkan penjual manawarkan produk mereka kepada pejalan kaki apabila sedang melintas. Jadi, tidak ada lagi tuh yang namanya perebutan hak atau bahkan alih fungsi wilayah.

Cerita berlanjut. Aku dan Anisa mulai kelelahan karena jalan yang terasa sangat panjang. Akhirnya kami berhenti beristirahat di trotoar dengan duduk. Saat itu aku hanya memakai daster dan kerudung biru. Wahhh, aku tidak menyangka akan jalan sejauh itu dan diperhatikan oleh orang-orang yang berkendara di jalan besar. Aku dan Anisa saling menguatkan dan sesekali kami bercanda untuk melupakan rasa lelah. Di posisi itu aku dan Anisa sudah mengambil kesimpulan bahwa kami sedang tersesat dan mengandalkan ingatan Anisa yang katanya pernah melewati jalan itu menggunakan honda. Ia tidak menyangka bahwa jalan yang ia tempuh dengan berjalan kaki seperti ini terasa sangat jauh.

Sampai pada akhirnya aku dan Anisa menemukan simpang jalan bernama Bangau Sakti. Kami memilih jalan itu dan mulai berjalan dengan kaki yang sudah terasa nyut-nyutan. Kami kembali beristirahat dengan duduk di bawah pohon jambu. Ada banyak buah di tepi jalan, namun aku dan Anisa tidak berani memetik karena takut akan terjadi sesuatu jika kami melakukannya. Aku juga sedikit menyesal karena tak membawa uang banyak tadi pagi. Sehingga aku dan Anisa harus menahan lapar tiap melihat warung makan. Kami juga kehausan, tetapi kami tak memiliki uang yang dibawa. Batrai hp ku bahkan hanya dua persen. Aku membuat mode pesawat agar batrai tetap awet.

Kami berpikir juga menggunakan ojek online kami harus menghidupkan internet. Namun kondisi batrai hp ku tidak memungkinkan. Jadi kami hanya pasrah dan kembali melanjutkan perjalanan. Pada waktu adzan dzuhur kami sudah sampai di jalan Panam. Ini sangat melelahkan dan membuatku hampir pingsan karena lapar dan haus rasanya. Di Panam kami beristirahat dengan duduk di halte depan rumah sakit tampan. Setelah menarik napas puluhan kali aku dan Anisa kembali melangkah. Selalu ingat kata-kata saat itu bahwa kami ‘Miskin’ karena tidak membawa uang dan batrai hp habis. Hahahahahaha.

Aku sangat lega sekali ketika melihat simpang jalan Balam sakti. Itu wilayah kos kami. Hingga aku dan Anisa baru sampai di kos pada pukul setengah dua yang sebelumnya berangkat dari sembilan-an pagi. Waahahahaha petualangan yang cukup menyenangkan dengan Anisa di momen tersesat dan hanya mengandalkan insting serta energi. Usai solat dzuhur aku langsung tertidur karena kelelahan.

FYI, aku dan Anisa berjalan kaki sejauh 11-an  Kilometer.

Oke, nanti kita cerita lagi di episode selanjutnya.

Komentar

Artikel Populer lainnya

TRIP 2   : PEKANBARU FOR THE MY WAY TO MEET NEW SOMETHING (4) Hai, semua. Setelah kemarin aku bercerita tentang petualangan selama tersesat sekarang aku ingin membagikan momen saat menjadi panitia pemira. Agenda sidang masih belarut-larut dan tidak kunjung selesai. masing-masing delegasi angkatan punya pendapat dan nasehat yang terkadang berbenturan dengan pengurus Himakom. Jadi mereka harus mencari titik temu untuk menyelesaikan masalah. Selama itu pula aku mengambil napas untuk keluar dari ruang sidang yang menyesakkan dengan bertemu teman-teman. Tidak kusangka aku bertemu Septi yang saat itu berkunjung ke kampus untuk mengambil KTM. Septi memiliki logat Medan yang khas sehingga aku mudah mengenalinya. Kami mudah bergaul karena mungkin pembawaan Septi yang satu frekuensi denganku. Namun sayang, Septi tidak lama berada di kampus dan harus segera pergi karena suatu urusan. Aku kembali ke ruang sidang dan mengawasi zoom bersama Ica. Saat itu aku mendapatkan pesan dari kak Wi...

TIGA SAHABAT : TAMPIL DI ACARA PENSI SMAN 2 SINGINGI HILIR

 Sebelumnya aku adalah anak yang sangat pendiam saat duduk di bangku kelas 1 SD. Namun, itu hanya berlaku dalam interaksi sosial. Jujur, saat di kelas 1 SD aku sangat bersemangat untuk mengangkat tangan dan menjawab pertanyaan dari guru. Sifat pendiamku ini perlahan menghilang, terutama saat aku masuk di bangku SMA. Aku bertemu dengan para siswa yang beragam. Termasuk dua orang dalam foto di atas. Sebut saja mereka Sunna dan Intana. Itu bukan nama asli mereka. Aku hanya menyukai memanggil mereka dengan sebutan itu. Mereka memanggilku dengan nama 'Ndut.' Ya, mungkin saja karena aku sedikit kelebihan berat badan semasa SMA. Aku banyak menghabiskan waktu dengan mereka. Ahahaha, rasanya seperti mengenang kejayaan remaja. Di SMP aku adalah pribadi yang berani, banyak tersandung skandal, eit. Bukan skandal seperti berkencan dengan bos besar apalagi artis! Karena mustahil, desaku itu letaknya jauh sekali dari perkotaan besar. Nah, teman-temanku ini juga salah satu hal yang membuatku s...

My Greymate

Rasanya seperti melihat kekacauan tiada akhir. Ada saja drama di setiap minggu di kelas ini. Seperti hari ini, Viona mencoba untuk merebut gelang barunya dari tangan Yuri. Viona dengan tubuh sepuluh Senti lebih pendek meloncat seperti tupai. Anehnya, teman-teman Viona tertawa melihat aksi malang gadis itu. Apakah seperti itu layak disebut teman? Jujur saja, kelakuan mereka membuatku kesal. Drama perbucinan yang dikemas dengan aksi jail selalu membuat perutku mulas. Apalagi suara teriakan cukup heboh dari teman-teman Viona. Rasanya, seperti menjadi wayang yang tak sengaja tersenggol dalang dalam sebuah drama. Apakah aku harus benar-benar beraksi untuk menyudahi drama seperti ini? "Ney?" Seorang lelaki dengan kacamata bulat yang membawa map besar berdiri di sampingku. Tubuhnya menutupi semua drama hari ini. "Kamu belum ngumpulin surat izin orangtua." "Woy, Rachel awas!"  Suara teriakan dari Yuri terdengar cukup lantang untuk sekadar memanggil lelaki berkacam...